TEORI BELAJAR
Macam-macam teori belajar berdasarkan kelompokDari berbagai tulisan yang
membahas tentang perkembangan teori belajar seperti
(Atkinson, dkk. 1997; Gledler Margaret Bell, 1986) memaparkan tentang
teori belajar yang secara umum dapat dikelompokkan dalam empat
kelompok atau aliran meliputi:
1. ALIRAN BEHAVIORISTIK (Tingkah Laku)
Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku (behavioristik), tidak lain adalah perubahan
dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon.
Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal
kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respon. Para ahli yang banyak berkarya dalam
aliran ini antara lain; Thorndike, (1911); Wathson, (1963); Hull, (1943); dan
Skinner, (1968).[5]
a). Thorndike
Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah laku,
belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan) dan respons ( yang juga bisa berupa pikiran, perasaan, atau gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike,
perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati),
atau yang nonkonkret (tidak bias diamati). Teori Thorndike disebut sebagai
“aliran koneksionis” (connectionism).[6]
Menurut teori trial and
error (mencoba-coba dan gagal) ini, setiap organisme jika dihadapkan dengan
situasi baru akan melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba secara
membabi buta. Jika dalam usaha mencoba itu kemudian secara kebetulan ada
perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan situasi, maka perbuatan yang cocok
itu kemudian “dipegangnya”. Karena latihan yang terus menerus maka waktu yang
dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama makin efisien.
Jadi, proses belajar menurut Thorndike melalui proses:
1). Trial and error (mencobva-coba dan mengalami kegagalan), dan
2). Law of effect, yang berarti bahwa segala
tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan
tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baknya.[7]
b). Watson
Berbeda debgan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang sesudah Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah
laku yang “bisa diamati”(observable). Dengan kata lain, Watson
mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan
menganggapnya sebagai factor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua
perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu
penting, akan tetapi factor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah
proses belajar sudah terjadi atau belum.[8]
c). Clark Hull
Teori ini, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya, ternyata tidak banyak dipakai dalam dunia praktis, meskipun sering
digunakan dalam berbagai eksperimen dalam laboratorium.[9]
Dua hal yang sangat penting dalam proses belajar dari Hull ialah adanya Incentive
motivation (motivasi insentif) dan Drive reduction (pengurangan
stimulus pendorong). Kecepatan berespon berubah bila besarnya hadiah (revaro) berubah.[10]
Penggunaan praktis teori belajar dari Hull ini untuk kegiatan dalam kelas,
adalah sebagai berikut:
1). Teori belajar didasarkan pada Drive-reduction
atau drive stimulus reduction.
2). Intruksional obyektif harus dirumuskan secara
spesifik dan jelas.
3). Ruangan kelas harus dimulai dari yang sedemikian rupa
sehingga memudahkan terjadinya proses belajar.
4). Pelajaran harus dimulai dari yang sederhana/ mudah
menuju kepada yang lebih kompleks/ sulit.
5). Kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong kemauan
belajar.
6). Latihan harus didistribusikan dengan hati-hati supaya
tidak terjadi inhibisi. Dengan perkataan lain, kelelahan tidak boleh menggangu
belajar.
7). Urutan mata pelajaran diatur sedemikian rupa sehingga
mata pelajaran yang terdahulu tidak menghambat tetapi justru harus menjadi
perangsang yang mendorong belajar pada mata pelajaran berikutnya.[11]
d). Edwin Guthrie
Guthrie juga mengemukakan bahwa “hukuman” memegang peran penting dalam belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan
pada saat yang tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh,
seorang anak perempuan yang setiap kali pulang sekolah, selalu mencampakkan
baju dan topinya di lantai. Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai
kembali oleh anaknya, lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil menggantungkan
topi dan bajunya di tempat gantungan. Setelah beberapa kali melakukan hal itu,
respons menggantung topi dan baju menjadi terisolasi dengan stimulus memasuki
rumah. Meskipun demikian, nantinya faktor hukuman ini
tidak lagi dominan dalam teori-teori tingkah laku. Terutama
Skinner makin mempopulerkan ide tentang “penguatan” (reinforcement).
e). Skinner
Dari semua pendukung teori tingkah laku,
mungkn teori Skinner lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa program pembelajaran seperti Teaching machine,
Mathetics, atau program-program lain yang memakai konsep stimulus, respons,
dan factor penguat (reinforcement), adalah contoh-contoh program yang
memanfaatkan teori skinner.[12]
Prinsip belajar Skinner adalah
:
1). Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika
salah dibetulkan, jika benar diberi
penguat.
2). Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
Materi pelajaran digunakan sebagai sistem modul.
3). Dalam proses
pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman. Untuk itu
lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
4). Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan
sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio
reinforcer.
5). Dalam pembelajaran
digunakan shapping. [13]
2. ALIRAN KOGNITIF
a). Piaget
Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat, bahwa proses belajar sebenarnya
terdiri dari tiga tahapan, yakni 1). Asimilasi, 2). Akomodasi, dan 3). Equilibrasi (penyeimbangan).
Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke
struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah
penyesuain berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. [14]
b). Ausubel
Ausubel percaya bahwa “advance organizer” dapat memberikan tiga
manfaat;
1). Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk
materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa.
2). Dapat berfungsi sebagai jembatan antara apa yang sedang
dipelajari siswa saat ini dengan apa yang akan dipelajari
siswa, sedemikian rupa sehingga;
c). Bruner
Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu bersifat deskriptif,
sedangkan teori pembelajaran itu bersifat preskriptif. Misalnya, teori
penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara
mengajarkan penjumlahan.[16]
3.
ALIRAN HUMANISTIK
a). Bloon dan Krathowl
Dalam hal ini, Bloom dan Krathowl menunjukkan apa yang mungkin
dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut;
1). Kognitif
Kognitif terdiri dari enam
tingkatan yaitu :
i). Pengetahuan (mengingat, menghafal)
ii). Pemahaman(menginterprestasikan)
iii). Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah)
iv). Analisis
(menjabarkan suatu konsep)
v). Sintesis
(menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)
vi). Evaluasi
(membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya)
2). Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu:
i). Peniruan (menirukan gerak).
ii). Penggunaan (menggunakan konsep
untuk melakukan gerak).
iii). Ketepatan (melakukan gerak dengan
benar).
iv). Perangkaian (beberapa gerakan
sekaligus dengan benar).
v). Naturalisasi (melakukan gerak
secara wajar).
3). Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan;
i). Pengenalan (ingin menerima,
sadar akan adanya sesuatu)
ii). Merespons (aktif
berpartisipasi)
iii). Penghargaan (menerima
nilai-nilai, setia pada nilai nilai tertentu)
iv). Pengorganisasisan
(menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai)
v). Pengamalan (menjadikan
nilai-nilai sebagi bagian dari pola hidup).[17]
b). Kolb
Sementara itu, seorang ahli yang bernama Kolb
membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu;
1). Pengalaman konkret
2). Pengamatan aktif dan reflektif
3). Konseptualisasi
4). Ekperimen aktif
Pada tahap paling dini dalam proses belajar, seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum
mempunyai kesadaran tentang hakikat kejadian tersebut.
Pada tahap kedua, siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi
aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau “teori”
tentang suatu hal yang diamatinya.
Pada tahap akhir (eksperimentasi aktif), siswa sudah mampu mengaplikasikan
suatu aturan umum kesituasi yang baru.[18]
c). Honey dan Mumford
Berdasarkan teori Kolb ini, Honey dan Mumford membuat penggolongan siswa. Menurut
mereka ada empat macam atau tipe siswa, yaitu;
1). Aktivis
2). Reflector
3). Teoris, dan
4). Pragmatis[19]
d). Habermas
Ahli psikologi lain adalah Habermas yang dalam pandangannya bahwa belajar
sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan asumsi ini, Habermas mengelompokkan tipe belajar menjadi
tiga bagian, yaitu;
1). Belajar teknis (technical learning)
2). Belajar praktis (practical learning)
3). Belajar emansipatoris (emancipatory learning).[20]
4. ALIRAN SIBERNETIK
a). Landa
Landa merupakan salah seorang
ahli psikologi yang beraliran sibernetik. Menurut Landa, ada dua macam proses
berfikir. Pertama, disebut proses berfikir algoritmik, yaitu berpikir
linier, konvergen, lurus menuju ke suatu target tertentu. Jenis kedua, adalah
cara berpikir heuristic, yakni cara berpikir divergen, menuju ke
beberapa target sekaligus.[21]
b). Pask dan
Scott
Ahli lain adalah pemikirannya beraliran sibernetik
adalah pask dan Scott. Pendekatan serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scott
sama dengan pendekatan algoritmik. Namun, cara berpikir menyeluruh (wholoist)
tidak sama dengan heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir
yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang kita amati lebih dahulu,
tetapi seluruh lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang
lebih kecil.[22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar