Laman

Rabu, 15 Mei 2013

Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai Identitas Bangsa dalam Proses Globalisasi

Bahasa  dan Sastra Indonesia sebagai Identitas Bangsa dalam Proses Globalisasi

( Oleh: RR. Lestariningsih, S.Pd-Guru SMPN 196 Jakarta

Proses globalisasi merupakan fenomena yang menonjol dewasa ini dengan berbagai sisi positif dan negatifnya. Abad ini biasa dikatakan abad milenium atau abad milenium III berdasarkan perhitungan Masehi yang berdampak akan membawa perubahan semua struktur bidang kehidupan dunia. Perubahan ini dikhawatirkan akan merusak berbagai nilai-nilai budaya luhur yang menjadi idenitas dan jati diri bangsa.Karena dianggapnya kebudayaan lokal dan etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar dan budaya global.Inilah seuatu ketakutan yang berlebihan dan menjadi mitos yang hidup selama ini tentang globalisasi.
Anggapan atau pandangan yang demikian tidak sepenuhnya benar. Kemajuan teknologi komunikasi ini telah membuat batas-batas dan jarak menjadi hilang dan tidak berguna.
Bagaimana dengan bahasa dan sastra ? Apa yang terjadi dengan bahasa dan sastra Indonesia di dalam proses globalisasi ?
 
ANALISIS KURIKULUM DENGAN METODE KONTEKS, INPUT, PROSES, dan PRODUK

 1.      PENDAHULUAN
 Dunia dewasa ini mengalami perubahan yang makin dahsyat. Perubahan tersebut telah sudah memasuki hampir semua aspek kehidupan di tanah air. Berapa besar pengaruh teknolopgi informasi yang telah membuka tabir-tabir kegelapan dari kehidupan masyarakat pedesaan. Dewasa ini hampir tidak ada lagi perbedaan yang mencolok antara masyarakat pedesaan dan masyarakat kota dalam menguak perubahan kehidupan. Telepon genggam telah dimiliki oleh masyarakat desa demikian pula televisi telah dapat terjangkau oleh sebagian penduduk di Indonesia. Kemajuan teknologi informasi tersebut merasuk ke hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat sejak lahir sampai akhir hayat.
Perubahan pola-pola kehidupan, baik yang positif maupun negatif seperti hubungan manusia antara manusia, antar anggota masyarakat, dalam bidang pekerjaan dan dalam semua aktivitas kehidupan sehari-hari dipengaruhi oleh teknologi komunikasi yang serba cepat itu. Televisi yang merupakan jendela dunia yang membuka visi, pola kehidupan, life style, sampai kepada hidup beragama.
Pola-pola kehidupan sakral yang terikat oleh adab / budaya mulai longgar bahkan terpaksa menerima perubahan tersebut. Orang mulai terpengaruh oleh tayangan-tayangan televisi, yang sangat mempengaruhi perilaku, cita-cita, gaya hidup, pandangan hidup terhadap sesama, serta berbagai jenis informasi yang di dalam sekejam membuka pola kehidupan yang tertutup seperti di desa-desa.
Perubahan yang begitu cepat dan mau tidak mau masyaraka tidak bisa menghindari sempat dirasakan sangat mempengaruhi cara hidup, apresiasi senii dan budaya, penyerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan, hubungan antara manusia yang dengan cepat menyebar. Semua ini mengubah cara hidup masyarakat desa dan masyarakat kota menuju kepada masyarakat global.
Masyarakat global merupakan perpaduan antara kenyataan dan bayangan yang maya dianggap sebagai nyata dan yang nyata bisa dianggap sebagai yang maya. Sehingga tidak perlu dihormati lagi. Sehingga dikhawatirkan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia mulai tersingkir. Banyak unsur kebudayaan tradisional kehilangan artinya karena diserap dan dibongkar oleh kebudayaan maya.
Saat ini masyarakat Indonesia sedang mengalami masa transisi menghadapi masa depan yang lebih cerah karena perubahan-perubahan yang terjadi baik yang positif maupun yang negatif akibat adanya arus globalisasi dewasa ini.
Oleh sebab itu masalahnya adalah bagaimana mempersiapkan generasii muda untuk sadar akan miliknya sendiri? Di sini perlu adanya sikap menghargai budaya sendiri dan ciri khas kepribadian kita tidak boleh luntur. Diharapkan globalisasi yang terjadi di Indonesia kendalanya bertumpu pada nilai-nilai budaya local / lokalisme /             globalisasi. Tentu saja nilai-nilai lokal yang relevan sehingga nilai-nilai global yang ada mampu memberi kekuatan terhadap perkembangan nilai-nilai lokal.
Seperti halnya Bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa nasional kita yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia di kancah dunia internasional. Kita tahu bersama bahwa bahasa merupakan alat komunikasi resmi Negara kita sebagaiana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, pasal 36. Selain sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana tersirat di dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
            Bahasa Indonesia yang diresmikan pada kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945 merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui percakapan, maupun penyerapan di bahasa daerah dan asing.
Bahasa Indonesia adalah dialih baku dari bahasa melayu yang pokoknya dari bahas melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro dalam konggres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo maupun konggres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan. Walaupun secara sejarah Bahasa Indonesia merupakan salah satu dialih temporal Bahasa melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama / mirip di alih temporal terdahulu. Seperti Bahasa Melayu klasik, dan Bahasa Melayu kuno.
Namun secara sosiologis, keberadaannya baru bisa diterima atau lahir pada tanggal 20 Oktober 1928 secara yudiris baru pada tanggal 18 Agustus 1945.
Kita tidak bisa memungkiri kebenaran bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat unsur serapan dari bahasa asing seperti dari bahasa Sanskerta, bahasa Arab, bahasa Portugis, bahasa Belanda, dan bahasa Inggris. Unsur serapan tersebut ada yang berupa bentuk aslinya dan ada yang telah disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Kata-kata seperti kompor, praktik hakikat, gubernur, politik, akomodasi, dan sabda merupakan kata-kata yang diserap dari bahasa asing yang telah menjadi bahasa Indonesia. Walaupun dalam bahasa Indonesia terdapat unsur serapan dari bahasa asing, kita tidak dibenarkan menggunakan bahasa asing yang belum diserap dalam bahasa Indonesia, kecuali dalam kutipan seperti hadist berbahasa Arab yang dikutip dalam ceramah agama.
Kata-kata yang telah diserap seperti contoh di atas boleh dipakai dalam berkomunikasi dengan sesama orang Indonesia karena kata-kata seperti ini telah menjadi bahasa Indonesia. Memang bahasa Indonesia haruslah kita utamakan pemakaiannya di dalam Negara kita sendiri. Artinya, bahasa Indonesia kita pakai dalam berkomunikasi dengan sesama orang Indonesia secara baik dan benar, walaupun kita telah menguasai bahasa asing. Bahasa Indonesia dipakai secara baik dan benar maskudnya adalah kita menggunakan bahasa Indonesia dalam situasi resmi atau dengan penutur yang menguasai bahasa daerah kita dengan kaidah kebahasaan Indonesia yang dibakukan. Dalam situasi yang tidak resmi dan dipakai untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang menguasai bahasa daerah kita, kita gunakan bahasa daerah kita. Dewasa ini kita sering mendengar dan membaca bahasa asing dipakai di Negara kita untuk berkomunikasi antar orang Indonesia.
Perkembangan teknologi yang mempengaruhi gaya hidup manusia di era serba canggih ini dapat mengganggu ketahanan budaya nasional. Ketahanan budaya memerlukan strategi yang cepat untuk menghadapi gempuran gaya hidup modern di era globalisasi dan sastra Indonesia. Satu diantaranya melalui ketahanan  budaya daerah.
Ketahanan budaya nasional dapat tercapai apabila bahasa da sastra dapat mencegah timbulnya kehampaan budaya. Di mana unsur budaya daerah / tredisional yang merupakan cerminan jati diri bangsa tidak boleh dilupakan fungsinya yang memperkaya kebudayaan nasional dan dapat mengeliminasi gaya hidup hedonis di era globalisasi.
Ketahanan nasional membutuhkan jalinan pertemuan budaya dari berbagai kelompok etnik yang didukung semangat kebersamaan dalam satu nusa dan bangsa untuk menjunjung bahasa sebagai unsur budaya.
            Suatu Negara yang tidak memperhatikan dan melindugi akar kebudayaan, Negara itu akan mengalami kehampaan budaya dan kehilangan jati diri sebagai suatu bangsa adapun kekuatan budaya Indonesia terletak pada sosioligi dan psikologi sastra yang mampu mengaitkan tradisi sastra dengan perkembangan masyarakat.
            Apa sesungguhnya yang bercokol dibelakang seluruh pendekatan sastra (dan seni secara umum) ? Tentu saja dengan sangat mudah kita bisa merujuk ke perubahan standar-standar moral yang berlaku di sebuah masyarakat. Serta kemudian terdapatnya berbagai standar moral tersebut yang hidup dimasa yang sama.
Diantara banyak filsuf, NIETZSCHE barangkali satu-satunya manusia yang berdiri untuk mengacak-acak struktur dan urat-urat perubahan serta pertarungan kepentingan moral yang berbeda-beda ini.
            Dalam sejarah sastra Indonesia polemik yang muncul dari generasi ke generasi, dari “polemik kebudayaan” hingga “manufer kebudayaan”, dari soal sastra kontekstual hingga meluncurnya rancangan Undang-Undang Anti-Pornografi dan pornoaksi, meskipun selalu memiliki bias politik, tentu saja selalu menempatkan moral sebagai ujung tombak penyerangan maupun lempeng perisai pertahanan.
Ungkapan ini seperti halnya ungkapan-ungkapan umum metalitas di mana antara seniman / sastrawan ada hubungan dengan masyarakat sekelilingnya dan saling berpengaruh bagi keduanya.
Sehingga sering dikatakan bahwa karya sastra lahir sebagai cerminan keadaan masyarakat pada saat sastra itu dibuat. Sampai akhirnya muncul tingkatan-tingkatan sastra di Indonesia dengan ciri khas masing-masing. Seperti angkatan 1920-an yang disebut angkatan “Balai Pustaka”, Angkatan 1933 yang disebut juga angkatan “Pujangga Baru”, Angkatan 1945 yang disebut angkatan “Pendobrak” dan angkatan 1966 atau disebut angkatan “Orde Lama”.
            Pembagian angkatan seperti itu dikemukakan oleh Hans Bagus Jassin (HB. Jassin) di dunia sastra yang disebut dengan Paus Sastra Indonesia.
            Adapun jenis sastra di Indonesia dikenal dalam tiga genre (bentuk) yaitu puisi, prosa, dan drama. Maka dalam pembelajaran ini akan saya batasi pembelajaran sastra khususnyapembelajaran prosa dan puisi saja dalam hubungannya dengan pembelajaran normal kepada peserta didik SMP kelas VII semester II.
            Perlu diketahui bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan SDM yang bermoral dan berkualitas unggul.
Dan SDM tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah pendidikan sambungkan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa.
Untuk itu diharapkan melalui pembelajaran sastra ini peserta didik diharapkan dapat menjadi peserta didik yag bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME.
Dan apa yang terjadi pada bangsa Indonesia adalah sebagai sumbangan pendidikan nasional kita selama ini.
2.      Pembelajaran Sastra Mampu Menumbuhkan Empati dan Emosi – Sosial Peserta didik
            Melalui pembelajaran sastra baik prosa maupun puisi diharapkan mampu memberi bekal kepada para peserta didik untuk menciptakan pribadi bermoral, mandiri, matang, jujur, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun dan mampu membentuk ppribadi yang memiliki empati, berperasaan yang halus. Tentu saja dengan cara mengapresiasikan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra tersebut dengan menemukantunsur-unsurnya seperti tema, tokoh, perwatakan, alur, setting, amanat, point of view, dan bahasa yang digunakan.
            Melalui pembelajaran sastra (prosa/puisi) ini, nilai-nilai kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari dapat diberikan kepada para pelajar disegala jenjang dari TK sampai dengan pendidikan tinggi sebagai pendidikan budi pekerti sangatlah efektif.
Bagaimana menanamkan nilai-nilai moral kehidupan menjadi lebih mudah dan sangat efektif karena para pelajar sedara langsung dibawa baik secara fisik maupun psikis untuk turut serta menikmati cerita / atau puisi dengan penuh perasaan. Secara tidak langsung peserta didik diajak untuk berpikir dan berpendapat atas cerita / puisi yang ia nikmati, ini berarti peserta didik diajak menaggapi sastra yang ia nikmati dilihat dari berbagai sudut pandang. Peserta didik bisa melihat dari segi temanya, amanatnya, settingnya, tokohnya dan perwatakannya, kemudian bisa juga dari bahasa yang dipakainya, kemudian unsur-unsur yang ada dalam sastra tersebut apakah ada keterkaitannya dengan realita kehidupan masyarakat dan adakah nilai-nilai yang sama dalam kehidupan yang ada dalam masyarakat yang sebenarnya.
Melalui kegiatan tersebut peserta didik sebenarnya diarahkan untuk menumbuhkan empati dan membangkitkan emosi-sosial peserta didik. Melalui proses pembelajaran ini diharapkan empati dan emosi-sosial peserta didik bisa terangsang melalui kreatifitas guru bahasa Indonesia. Bagaimana kemampuan guru membacakan cerpen, puisi, atau mendongeng dengan baik juga akan mampu menumbuhkan empati dan emosi peserta didik. Di mana peserta didik digiring untuk menjadi penikmat sastra dan secara pasti peserta didik diajak berimajinasi secara liar dan akhirnya larut dalam suasana cerita/puisi/dongeng yang didengarkan tersebut. Akan tetapi bagaiman dengan hal yang sebaliknya terjadi ? Guru kurang memiliki kemampuan / keterampilan dalam ketiga hal tadi . Tentu empati dan emosi pun tidak akan mudah tergali. Dengan demikian, pembelajaran bahasa dan sastra akan berhasil mampu membangkitkan empati dan emosi peserta didik tergantung dari sejauhmana guru memiliki kreatifitasnya.
Kembali lagi, bahwa seorang guru bahasa dan sastra dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas dan ketrampilan dalam hal seni agar pembelajaran bahasa dan sastra tidak membosankan.
3.    Kebermaknaan Materi Pembelajaran Bahasa dan Sastra bagi Kehidupan Peserta didik
Dengan terbangunnya empati dan emosi-sosial ini, peserta didik diharapkan ada perubahan tingkah laku / perilaku pada diri peserta didik karena nilai-nilai kehidupan bisa diajarkan guru melalui pembelajaran sastra ini. Tentu saja dengan metode yang kreatif dan inovatif seorang guru mengajarkannya. Selain itu bahan ajar yang guru pilih tingkat kesulitannya disesuaikan dengan jenjang / tingkat pendidikannya.
Kalau untuk anak SLTP misalnya disuguhkan kisah yang berjudul “Ibu pergi ke laut”. Guru membacakan cerita pendek di depan kelas dengan menarik dan tepat. Peserta didik menyimak pembacaan guru tentang cerpen kemudian peserta didik menjawab pertanyaan dari guru tentang cerpen tersebut. Dari pembacaan saja peserta didik mampu diaduk-aduk emosi, sosialnya dengan kata lain mampu mengembarakan berpikir serta mengaduk hati peserta didik ranah kognity, pisik dan sosial-emosinya.Terlihat ada satu suasana hampir 90 % peserta didik meneteskan air matanya. Karena selain emosi-sosialnya yang teraduk-aduk ,daya imajinasi peserta didik saat itu mampu diajak mengembara mengikuti alur cerita . Di sinilah letak suatu kebermaknaan sebuah tema pembelajaran yang sulit didapat melalui proses pembelajaran yang biasa.
Tentu saja ini harus dilakukan dengan kreatif oleh seorang guru yang cerdas dengan memperhatikan tema yang akan disajikannya. Semestinya metode dengan melibatkan peserta didik secara aktif untuk memecahkan masalah unsur instrinsik karya sastra yang ia simak justru akan banyak mengarahkan anak untuk mengambil sebuah sikap dan keputusan dalam memecahkan masalah.        
            Melalui proses pembelajaran sastra dengan metode yang kreatif ini, seorang guru hendaknya mampu memaknai tema-tema cerita. Kebermaknaannya dalam kehidupan nyata akan tema-tema yang guru sajikan harus bisa disampaikan dan dipahami peserta didik sehingga peserta didik merasa ada manfaat yang dipetik / diambil dari apa yang telah ia pelajari.
Karena peserta didik merasa ada manfaatnya yang bisa diambil / dipetik maka peserta didik akan mengikuti proses pembelajaran dengan serius dan semangat.
Kebermaknaan dalam belajar menjadi salah satu metode sekaligus tujuan belajar yang efektif dalam pembelajaran sastra karena sastra merupakan cerminan kehidupan masyarakat nyata. Sehingga sangatlah efektif untuk menanamkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai sosial, budaya, dan agama pada peserta didik yang diharapkan mampu memberi perubahan perilaku peserta didik menjadi lebih baik. Selain itu, guru harus menjelaskan sejauh mana materi yang ia ajarkan akan bisa diterapkan dalam kehidupan peserta didik baik secara moril maupun materil . Tema dalam cerita sastra adakan keterkaitannya dengan kenyataan hidup atau tidak ? Amanat yang seperti apakah yang bisa kita petik dari cerita  sastra ? Adakah penokohan yang ada bisa terjadi dalam kehidupan nyata ? Mungkinkah watak-watak tokohnya akan kita temui dalam kehidupan nyata dan bagaimana kita menghadapinya ? Adakah kesamaan settingnya  ( tempat, waktu suasana ), masuk akal atau tidak ? Bagaiamana alur ceritanya ? Bahasa / gaya bahasa apakah yang dipakainya mampu memberikan wawasan bagi pembacanya dalam berbicara / berkomunikasi dengan orang lain ?
 4.      Pembelajaran Bahasa dan Sastra Perkuat ketahanan Nasional
[ JAKARTA]   Ketahanan budaya nasional, dapat tercapai apabila bahasa dan sastra daerah tetap dipertahankan  keberadaannya. Bahkan , bahasa dan sastra daerah, dapat mencegah timbulnya kehampaan budaya. Demikian yang dikemukakan dalam seminar Majelis Bahasa Brunai Darussalam, Indonesia,Malaysia ( Mabbim)-Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera), di Jakarta
Perkembangan teknologi yang mempengaruhi gaya hidup manusia di era serba canggih ini dapat mengganggu ketahanan budaya nasional. Ketahanan budaya memerlukan strategi yang cepat untuk menghadapi gempuran gaya hidup modern di era globalisasi dan sastra Indonesia. Satu diantaranya melalui ketahanan  budaya daerah. Akar kebudayaan semestinya dilindungi sehingga tidak akan terjadi kehampaan budaya dan hilangnya jati diri sebagai  suatu bangsa. Ingat, kekuatan budaya kita terletak pada faktor sosiologi dan psikologi sastra yang mampu mengaitkan nilai-nilai sastra dengan perkembangan masyarakat di mana sastra itu lahir / kapan sastra itu dibuat.

Pembelajaran Bahasa Indonesia melalui Kegiatan Lintas Kurikulum


BAB  I
PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi yang sangat cepat memunculkan tuntutan baru dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam sistem pendidikan sehingga mendorong para pengambil kebijakan dalam  lembaga pendidikan berperan aktif  dalam melakukan pembaharuan – pembaharuan di bidang pendidikan baik secara struktural  maupun infrastruktur. Pembaharuansistem pendidikan dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan. Sehingga diperlukan partisipasi aktif dari para pengemban pendidikan dengan menciptakan proses belajar mengajar yang benar melalui berbagai pendekatan yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan . Hal ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang di dalam fungsi pendidikan nasional. [1]
Adapun pendidikan sebagai suatu usaha manusia agar dapat mengembangkan potensi manusia yang beriman dan bertagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan beranggung jawab diperlukan suatu sistem pendidikan yang terbuka dan bermakna. Kebermaknaan dalam proses pembelajaran dan pendidikan akan dapat tercipta jika proses pembelajaran dapat diintegrasikan dengan mata pelajaran yang lain atau dapat juga dengan  mengaitkan kejadian dalam kehidupan nyata. Pembelajaran ini adalah pembelajaran yang menarik, menantang, dan menyenangkan, serta mampu memberi penguatan  bagi mata pelajaran lain. Dalam hal ini, pembelajaran dan pendidikan di tingkat satuan tertentu benar merupakan satu kesatuan terintegrasi dan bukan sesuatu yang terkotak-kotak antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain.
Pembelajaran yang hanya menyampaikan materi secara murni tanpa dikaitkan dengan materi pembelajaran lain, yang terjadi pembelajaran akan terkesan monoton, Bahkan guru terkesan kurang mempunyai pengetahuan yang luas. Berikan variasi dengan bercerita, kuis, permaianan, dan sedikit sentilan - sentilan yang lagi ngetrend pada anak remaja, tentu saja yang mengarah pada materi yang akan dibahas dalam pembelajaran.
Metode pembelajaran di kelas yang merupakan ujung tombak sebuah pendidikan itu bermakna apabila pembelajaran itu berlangsung dengan penuh kesan yang mendalam pada diri peserta didik  jika proses pendidikan dan pembelajaran itu dapoat berjalan dengan sederhana dan menyenangkan . Yaitu dengan menciptakan suasana belajar yang asyik, gembira serta menyenangkan. Dengan demikian , upya memberikan materi sesuai dengan pola pikir anak  dan tidak lagi menggunakan perspektif pembelajaran dengan harga mati. Bahkan , seorang guru bisa  menggunakan kerangka balik, yaitu dengan persepsi bahwa anak memiliki perspektif yang sama dalam hal “ kesenangan” .  Untuk itu, perlu upaya-upaya kreatif sebagai strategi sehingga menimbulkan efek senang, dengan harapan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan , dan dapat menimbulkan terangkatnya kemampuan berpikir mereka. Pada gilirannya sesulit apapun materi yang diberikan akan lebih mudah diterima oleh peserta didik.
Dalam pembahasan kali ini, penulis ingin berbagi pengalaman penulis selama mengajar. Pengalaman-pengalaman ini merupakan sebuah perjalanan panjang yang telah penulis lalui dari sebuah kegagalan demi kegagalan mengajar kemudian penulis mencoba belajar terus dari kegagalan itu. Sehingga pembelajaran lintas kurikulum yang penulis lakukan ini berbuah pada suatu pembelajaran yang menyenangkan dan peserta didik terangsang untuk lebih kreatif tanpa merasa terbebani.
Semoga penulisan pengalaman ini dapat bermanfaat bagi diri penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya. Inilah sebuah pengalaman yang kemudian bergulir dengan apa adanya.
BAB II
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA  MELALUI KEGIATAN LINTAS KURIKULUM
Pembelajaran Bahasa akan menyenangkan jika menekankan pada kebermaknaan dalam proses belajar mengajar di kelas dengan mengaitkan manfaat materi belajar  dalam kehidupan peserta didik pada khususnya dan manusia pada umumnya. Dalam hal ini, akan dirasakan oleh peserta didik bahwa apa yang dipelajari oleh peserta didik di kelas benar-benar bermakna atau bermanfaat kelak di kemudian hari.  Pembelajaran bahasa akan menarik dan bervariasi jika materi dapat diintegrasikan dengan materi pelajaran lain atau nilai-nilai yang ada dalam kehidupan nyata.
Mengapa Pelajaran bahasa seringkali disepelekan ? Ini terjadi karena ‘image’ yang terbentuk dalam masyarakat diakibatkan proses pembelajaran yang kurang bermakna. Kebermaknaan  pembelajaran bahasa  dapat terjadi apabila metode pembelajaran itu selalu mengaitkan materi yang ada dengan mata pelajaran lain secara terpadu dan terintegrasi, misalnya : pembelajaran bahasa dikaitkan dengan pelajaran agama, PPKn, IPA, IPS, olah raga, kesenian dan sebagainya .Pengaitan ini dapat dilakukan dengan :
a.       Secara terpadu, misalnya  : laporan hasil penelitian peserta didik tentang percobaan IPA dapat dilihat dari segi bahasanya.
b.      Terkait/terpisah, artinya merupakan tindak lanjutdari pembelajaran sebelumnya, misalnya: pelajaran menulis puisi ,menyunting puisi, membaca puisi, dan memparafrasekan puisi, serta menanggapi pembacaan puisi.
Pembelajaran Bahasa dengan melalui lintas kurikulum memiliki kelebihan antara lain :
a.       Waktu dapat dimanfaatkan lebih eisien
b.      Pembelajaran tidak membosankan karena lebih bervariasi
c.       Memperkuat pemahaman peserta didik pada pelajaran lain.
Contoh-Contoh Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Lintas Kurikulum
Ø  Cerita “ Malin Kundang”
Isi cerita Malin Kundang dapat dikaitkan Pelajaran Agama Islam tentu saja bagi peserta didik yang beragama Islam, sedang untuk yang beragama non-Islam menyesuaikan dirui dengan agama yang dimilikinya.
Contoh Untuk Peserta didik Yang Beragama Islam :
 Bagaimana sikap Malin terhadap ibunya  jelas menyimpang dari ajaran agama Islam.Untuk itu guru segera membuka Al Qur’an dan menyuruh peserta didik membaca Surat An Nisaa’ayat 36 dan Surat Al Israa’ayat 23-24. Peserta didik diajak untuk berpikir mengaitkan sikap dan perilaku Si Malin Kundang dengan surat tersebut,
 Hal ini dapat kita kaitkan dengan perintah agama Islam yang terdapat dalam Surat An Nisaa’ayat 36 yang artinya “ Dan sembahlah Allah dan janganlah menyekutukan -Nya dengan sesuatu apapun dan berbuat baiklah kepada kedua ibu- bapakmu, kepada kaum kerabat, kepada anak-anak yatim,kepada orang-orang miskin,kepada tetangga –tetangga dekat,tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan dirinya sendiri”
Dan Surat Al Israa’ayat 23-24 yang isinya “ Dan Robmu telah memerintahkankepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baiklah kepad kedua orang tuanya dengan sebaik-baiknya, Dan jika salah satu atau keduanya sudah beruasia lanjut di sisimu maka janganlah katakan  ‘ah’ dan janganlah kamu membentak-bentak keduanya. “ Dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang mulia dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan katakanlah wahai Rabbku sayangilah keduanya sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil,” Hal ini bisa dikaitkan dan dikembangkan lebih luas lagi dari segi amanat cerita yang ada dengan ajaran agama yang sesuai .
Ø    Cerita rakyat Sangkuriang
Pada pembelajaran ini peserta didik diajak untuk menemukan nilai-nilai yang dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata. Untuk itu peserta didik berdiskusi untuk menemukan unsur-unsur intrinsiknya dan kemudian mampu menemukan nilai-nilai yang sesuai dengan kehidupan nyata. Peserta didik dibiarkan untuk mengembara dengan pikirannya membayangkan antara cerita yang fiktif dan mengaitkan dengan kebenaran yang ada secara logika. Cerita ini bisa dikaitkan pelajaran geografi, di mana kebenaran cerita ini dilihat dari sudut pandang ilmu alam dengan hakikat sebuah dongeng itu sendiri . sehingga peserta didik bisa memahami kedudukan dongeng yang berjudul Sangkuriang itu sebagai sebuah legenda dan sejarah Gunung Tangkuban Perahu yang sebenarnya
Ø     Materi Etika Bertelepon
Materi pembelajaran Etika Bertelepon di Kelas VII dapat dikaitkan dengan sikap dan perilaku sopan santun pergaulan dan penggunaan fasilitas umum yang ada di PLKJ atau PPKn. Di  mana Peserta didik diajak untuk menidentifikasikan kesalahan–kesalahan yang biasa ditemui dan kesalahan tersebut dikaitkan dengan norma sopan santun berlaku, kemudian peserta didik menilai dan mencari solusi yang tepat untuk mengatasi kesalahan yang terjadi melalui diskusi kelompok.
Materi ini dapat dikembangkan lagi dengan mengkaitkan pelajaran IPS (ekonomi). Contohnya lamanya penggunaan telepon dikaitkan dengan masalah biaya. Semakin lama telepon digunakan maka semakin tinggi biaya yang akan kita keluarkan. Sehingga semestinya penggunaan telepon itu seperlunya saja dalam hal ini dapatlah dikaitkan dengan prinsip ekonomi pada pelajaran IPS ekonomi.
Selain itu, bisa saja dikembangkan lagi dengan mengaitkan pelajaran TIK di SMP. Contohnya : berbagai bentuk alat komunikasi dalam perkembangannya yang sangat pesat dewasa ini, menuntut adanya sikap positif sehingga kita harus mampu mengikuti perkembangan ITC dengan lebih bijak. Alat komunikasi yang ada semestinya bisa dijadikan ajang untuk memotivasi diri peserta didik untuk belajar dan bersikap yang lebih menguntungkan dengan tidak meninggalkan nilai-nilai moral yang luhur. Untuk itu, peserta didik diajak untuk merumuskan tata cara bertelepon yang baik/sopan baik dari segi bahasa, cara berbicara,cara penggunaan pesawat telepon/HP, maupun hal- hal lain yang perlu ditambahkan dalam etika bertelepon dengan cara berdiskusi.
Setelah peserta didik mampu merumuskan hasil diskusi, maka peserta didik melakukan latihan/ praktik bertelepon dengan teman sebangkunya kemudian dinilai oleh teman di belakangnya. Setelah itu, peserta didik di bangku bekangnya memberikan kritik dan saran secara bergantian, kemudian baru penilaian dilakukan oleh teman sejawat dan guru secara bersamaan dengan berpedoman pada rubrik penilaian yang telah dipersiapkan.
Ø  Pembelajaran Membaca Teks Perangkat Upacara
Pada pembelajaran ini dapat dikembangkan dengan cara peserta didik diajak terlebih dahalu melakukan olah raga ringan dengan gerakan tangan ,leher, dan badan. Di samping itu, dilakukan latihan olah vokal dengan melatih peserta didik mengucapkan : A-I-U-E-O serta S dengan pengaturan nafas dari perut dan pengucapan vokal dengan benar. Ini berarti pembelajaran bahasa menggunakan penggabungan  pelajaran olah raga sekaligus kesenian. Setelah kedua hal tersebut selesai, peserta didik diajak menyanyikan lagu–lagu wajib yang biasa ditampilkan di saat upacara Hari Senin dengan suara perut dan pengucapan vokal yang  benar.
Hal itu sebagai awal pembelajaran membaca teks  perangkat upacara dengan benar. Setelah itu, baru masuk pada teknis pembacaan teks perangkat upacara dipandu langsung oleh guru dengan memberikan tanda penekanan / enjambemen pada naskah tersebut. Di mana peserta didik membentuk kelompok untuk berlatih dan kemudian setiap peserta didik diundi untuk pengambilan nilai membaca teks perangkat upacara, Peserta didik diundi secara urut sesuai absen tetapi yang diundi materi yang akan dibacanya. Sehingga peserta didik harus menyiapkan diri agar siap membaca teks perangkat upacara .Guru mencari waktu yang tepat untuk memasukkan variasi yaitu menyanyikan lagu Indonesia Raya, Hymne Guru, Mengeningkan Cipta, dan minimal satu lagu wajib. Tentu saja diperhatikan betul bagaimana bernyanyi dengan  vokal dan penghayatan yang benar . Dengan demikian, berarti terjadi perpaduan  pembelajaran Bahasa Indonesia dengan pembelajaran Seni Budaya.

Ø  Menyimak Wawancara
Sebelum pembelajaran menyimak dimulai, peserta didik diajak bagaimana melatih konsentrasi terlebih dahulu. Karena menyimak tidak akan dilakukan jika konsentrasi tidak bisa dilakukan, Untuk itu, peserta didik dilatih membentuk konsentrasi terlebih dahulu dengan olah raga yaitu senam otak, Yaitu dengan menggerakkan jari-jari tangan dan gerakan tangan yang sederhana. Setelah itu, peserta didik dibawa pada tahap menyimak wawancara yang telah dipersiapkan. Berikan kepada peserta didik manfaat dari menyimak informasi dan bagaimana kaitannya dengan arus globalisasi yang begitu pesat melaju terus serta bagaimana dengan keterbatasan kemampuan kita menyikapinya. Maka masuklah pendidikan moral dan budaya sebagai variasinya. Buatlah komitmen dalam hal ini dengan peserta didik.

Ø  Menentukan  latar dalam karya sastra dengan mengaitkan latar yang ada   dengan kehidupan nyata
Karya sastra dalam perkembangannya di Indonesia terbagi dalam dua bentuk yaitu berupa prosa dan puisi . Karya sastra (prosa dan puisi ) berdasarkan kurun waktunya terbagi atas karya sastra lama dan karya sastra baru. Kualitas sebuah karya dapat dilihat dari unsur-unsur yang membangunnya, yaitu unsur intrinsik dan unsur  ekstrinsiknya. Unsur intrinsik karya sastra yang berupa tema,  amanat,  plot, penokohan, perwatakan,  setting, bahasa, point of view. Dan unsur ekstrinsik yang berupa situasi dan kondisi masyarakat pada waktu karya itu lahir, serta latar belakang kehidupan pengarangnya.  Keindahan dan daya tarik sebuah karya sastra tergantung dari seberapa menariknya unsur intrinsik dan unsur Ekstrinsik itu dibangun.
Karya sastra  lahir sebagai cerminan dari situasi masyarakat pada waktu karya itu dibuat / lahir. Artinya situasi dan kondisi yang terjadi dalam masyarakat pada waktu itu  sangat berpengaruh terhadap corak hasil karyanya.
Untuk itu peserta didik diberikan pembelajaran adakah kaitannya dengan menentukan latar dari sebuah cerita prosa. Kemudian peserta didik diminta menemukan latar / setting (yang berupa tempat, suasana, waktu ) dari karya prosa tersebut. Apa yang menjadi ciri khas karya tersebut ? Dan apakah ada kaitannya dengan kehidupan nyata. Misalnya: Novel ” Laskar Pelangi” atau “ Sang Pemimpi  Karya Andrea Hirata .Apakah ada kaitannya antara latar yang ada dalam kedua novel tersebut itu dengan kehidupan sosial budaya  masyarakat Belitung pada waktu itu ? Untuk itu, peserta didik mendiskusikan dengan kelompoknya bagaimana kehidupan masyarakat belitung dengan mencari literatur letak geografis dan sosial budaya masyarakat Belitung. Kemudian menemukan keterkaitan latar dalam novel dengan kehidupan yang sebenarnya. Tiap kelompok menyimpulkan keterkaitan latar novel dengan latar yang sebenarnya terjadi .Peserta didik menyampaikan hasil kerja kelompoknya secara lisan di depan kelas, dan peserta didik kelompok lain memberikan tanggapan.
Pembelajaran ini dapat dikaitkaan dengan ilmu psikologi contohnya pada novel yang berjudul “Pada Sebuah Kapal” dan “ Pertemuan Dua Hati” karya NH. Dini. “ Di  Bawah Lindungan Ka’bah” karya HAMKA dapat pula dikaitkan dengan kehidupan sosial budaya pengarangnya, demikian juga Roman “Siti Nurbaya” karya Marah Rusli.
Dari amanat dalam cerita saja bisa kita kembangkan materi pembelajaran lebih luas dengan melintas pada kurikulum Pendidikan Agama, PLKJ, IPS, dan lebih-lebih pada pendidikan karakter bangsa sangat cocok sekali. Demikian halnya dari sifat / watak tokohnya guru bisa mengaitkan pada masalah pembentukan karakter dan jati diri bangsa. Sehingga harapan ke depan  generasi kita akan menjadi yang berkualitas dan bermartabat karena pembelajaran yang peserta didik alami dalam proses pendidikan di sekolah di tambah pendidikan di keluarga akan mampu membentuk pribadi yang bermoral. Walaupun butuh waktu yang tidak sedikit untuk terbentuknya pribadi yang berkarakter, yakinlah bahwa 25 tahun lagi kita akan merasakan terwujudnya  “ Indonesia Emas “ jika para guru / para pendidik mau mulai dari sekarang, minimal dimulai dari diri kita sendiri.

Ø  Pembelajaran Tokoh Idola
Pengembangan pembelajaran bahasa melalui lintas kurikulum pelajaran IPS /sejarah dilakukan pada saat materi pembelajaran Tokoh Idola. Di mana peserta didik menentukan tokoh idolanya kemudian menentukan kelebihan tokoh idolanya tersebut serta menentukan hal-hal yang bisa diteladani pada diri tokoh idolanya. Guru menyarankan tokoh idola yang dipilihnya adalah tokoh yang pernah tercatat dalam sejarah bangsa atau sejarah dunia. Tentu saja peserta didik secara tidak langsung harus mengetahui sejarah yang terjadi pada tokoh idolanya tersebut. Hal ini berarti peserta didik belajar juga mengenai sejarah. Sebagai guru hendaklah mampu memberikan ilustrasi terlebih dahulu tentang tokoh-tokoh terkenal baik di dunia keagamaan, dunia olah raga, dunia seni , dan tokoh lokal maupun tokoh dunia.
Ø  Penggunaan Bahasa yang Baik dan Benar
Pembelajaran Bahasa yang baik dan benar hendaklah selalu ditekankan kepada peserta didik. Penggunaan bahasa yang baik artinya penggunaan bahasa dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang ada, misalnya: ketika seseorang di sekolah seharusnya menggunakan bahasa yang resmi karena sekolah adalah lembaga resmi, sebaliknya jika berada di pasar maka gunakan bahasa pasar. Demikian juga ketika di dalam keluarga.
Penggunaan bahasa yang benar adalah menggunakan bahasa dengan benar sesuai dengan aturan di dalam EYD. Untuk itu peserta didik diberikan tema-tema yang menarik ( contohnya: bahasa facebook, bahasa Twiter, bahasa SMS, bahasa Prokem, bahasa daerah, bahasa keluarga, dan sebagainya ). Kemudian peserta didik diminta menemukan contoh-contoh kesalahan berbahasa sekaligus membetulkan kesalahan tersebut ke dalam  penggunaan bahasa  yang tepat . Selain itu metode penggabungan untuk materi kesenian pun bisa disisipkan yaitu dengan menyanyi atau bermain peran.Di sinilah kemampuan seorang guru diuji.
Contohnya :
Berikan ilustrasi kepada peserta didik kalimat apa yang biasa diucapkan oleh peserta didik jika  peserta didik itu terlambat masuk ke sekolah.  Berikan waktu satu menit agar peserta didik mempersiapkan  kalimat apa yang akan diucapkan . Kemudian lima orang peserta didik menuliskan kalimat yang di papan tulis. Lalu muncullah kalimat Maaf Bu,saya terlambat karena ketiduran! ( guru langsung bertanya: ketiduran siapa? Atau siapa yang menidurimu ? ) maka murid agak bingung                                                                                                                                                                                                                                                  
ketiduran  kata dasar tidur + ke-an
Makna ke-an pada kata tersebut adalah ditiduri, sedangkan yang bermakna tidak sengaja berarti ter + tidur.
Dengan guru bernyanyi lagu Nia Daniati  Berulangkali aku mencoba untuk selalu mengalah....”
berulangkali atau berulang-ulang dan berkali-kali menurut bahasa baku benar atau tidak ?
Berperanlah guru sebagai seorang pembawa acara/MC “...Para hadirin yang berbahagia, saksikanlah sebuah persembahan yang amat sangat kita nantikan dalam acara puncak kali ini,....”
Kata para hadirin atau para tamu undangan atau hadirin yang nemar menurut EYD ?
 Dengan pembelajaran EYD yang tadinya menjadi momok bagi peserta didik akan menyenangkan dan tidak membebani peserta didik itulah tujuan pembelajaran bahasa akan cenderung berhasil lebih banyak.
Ø  Menulis Surat
            Pengembangan pembelajaran bahasa untuk materi Menulis Surat dapat menggunakan metode lintas materi dengan pelajaran Keterampilan Jasa. Untuk penulisan surat peserta didik diajak mengingat kembali penulisan surat resmi dan tidak resmi, kemudian peserta didik diminta menunjukkan perbedaan antara surat resmi dan tidak resmi, ciri-ciri surat resmi dilihat dari  bentuk surat resmi, maupun isinya
            Dalam Penulisan surat  pasti selalu berdampingan dengam penggunaan  kata sapaan, untuk itu sebelumnya berikan pemahaman tentang kata ganti dan perbedaannya dengan kata sapaan. Kenalkan kata ganti dan bagaimana cara mudah menghafal kata ganti orang I, II, dan III . Misalnya,bisa kita gunakan gerakan tangan untuk membedakan kata ganti orang I, II, dan III. Berikan materi sopan santun dalam surat menyurat yang tertuang dalam bentuk tulisan / bahasa tulis. Dan dalam jhal itu guru harus “ telaten “dan teliti agar siswa benar-benmar memahami apa yang ia tulis.

Ø  Membaca Tabel
Pada pembelajaran ini peserta setelah dijelaskan tujuan pembelajaran, pembentukan kelompok, dan cara kerjanya, maka  siswa yang telah diberitahu terlebih dahulu untuk membawa contoh tabel / grafik / diagram langsung duduk dengan kelompoknya masing-masing. Dalam satu kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa membaca tabel yang telah ditetapkan kelompok. Setelah itu, siswa membuat pertanyaan tentang tabel.Dan yang terakhir menyimpulkan. Kegiatan tersebut 45 menit dirasa cukup. Pada 20 menit kemudian digunakan untuk mengoreksi hasil kerja kelompok lainnya dibantu pembimbingan oleh guru dalam kelompok. Hasil kerja pada pertemuan berikutnya siswa telah memindahkan hasil kerja kelompok ke dalam power point dan siswa mempresentasikannya. Pada saat presentasikan siswa dari kelompok lain memberikan saran dan kriyikanyang membangun sembari guru memberikan penilaian atas unjuk kerja mereka / peserta didik.
 
BAB III
P E N U T U P

Pendidikan sebagai  suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya memiliki kekuatan spiritual keaagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa , dan negara.
Untuk itu pendidik hendaknya memiliki wawasan yang luas, jangan hanya mnguasai ilmu yang digelutinya sehingga seorang guru / pendidik dalam pembelajaran akan monoton, kaku, membosankan. Kreatifitaslah yang harus dimiliki seorang guru menjadi wajib
Demikian yang bisa penulis sampaikan . semoga bisa menambah wawasan bagi bekal pembaca. Penulis menyadari betapa masih jauh dari kekurangan penulisan ini , kiranya Bapak / Ibu Pembaca yang budiman berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun.


                                                                                    Penulis,
RR.Lestariningsih, S.Pd
Guru smpn. 196 Jakarta